Surat ini Untuk Ayah
Allah Akbar . . Allah Akbar . . Allah Akbar . . . Gema Takbir berkumandang pertanda besok hari kemenangan tiba. Setiap kali lebaran datang satu harapan dan keinginan yang selalu aku panjatkan kepada Sang Pencipta, aku bisa merasakan indah dan hangatnya berkumpul bersama keluarga seperti yang bisa dirasakan teman-temanku yang lainnya. Tapi sayang rasa itu tidak pernah hadir dalam hidupku. Hari kemenangganpun tiba, entah bahagia ataupun sedih yang aku rasakan saat ini aku tidak bisa membedakannya. Di hari kemenangan kali ini aku merasa kesepian dan ada yang berbeda dari tahun sebelumnya. Mungkin aku bukan anak-anak lagi yang merasa bahagia mendapatkan baju-baju baru ketika lebaran tiba. kini aku telah tumbuh dewasa. Aku mulai mengerti akan arti perjuangan hidup. Tahun ini rejeki yang diturunkan Tuhan kepadaku, aku bisa melanjutkan sekolahku ke SMA terbaik di kotaku. Sejenak aku keluar dari rumah. Aku melihat teman-teman ku tertawa bahagia bersama keluarga mereka. Ku lihat mereka bersiap-siap untuk pergi berlebaran ke sanak saudara mereka. Aku hanya bisa berlebaran bersama mbahku yang juga sedang sakit di rumah. Dalam hatiku berkata “ Tuhan, kapankah aku bisa merasakan indahnya lebaran seperti yang teman-temanku rasakan “. Di hari lebaran ini aku merasa tidak mempunyai teman. Teman-teman bermain ku sibuk dengan acara keluarga mereka masing-masing sementara aku hanya terdiam di rumah. Ibuku tidak bisa pulang tahun ini. Dia seorang TKW di Malaysia, sebulan yang lalu ibu mengirim surat dan uang lebaran untuku. Di suratnya ibu mengatakan permohonan ma’afnya kepadaku karena belum bisa pulang ke kampung halaman. Ibu tidak mejelaskan alasan yang jelas kenapa dia tidak bisa pulang. Padahal ini adalah tahun ketiga ibu tidak pulang ke kampung halaman. Aku merasa sedih membaca surat yang ibu kirimkan ke aku. Tapi walaupun demikian aku tahu ibu sangat menyayangiku. Selama ini ibu telah memperjuangkan hidup dan pendidikanku. Dia adalah semangat hidupku.
“ Uhuk . . . Uhuk . . . Uhuk
. . .” terdengar suara batuk dari dalam kamar mbah. Aku pun menghampirinya dan
memberinya minum.
“mbah tidak apa-apa kan ? “,
tanyaku pada mbah.
“ tidak apa-apa le . . .
mbah tidak apa-apa, mungkin kecapekan saja. ” jawab si mbah padaku.
Kuberikan obat kepada si
mbah agar bisa beristirahat dengan nyenyak.
“ le . . kamu kenapa kok
kelihatan sedih ?” tanya mbah kepadaku.
“tidak apa-apa mbah, Cuma kangen
saja sama ibu ”, jawabku.
“ sudah le tidak usah
difikirkan ibumu, ibumu pasti baik-baik saja di sana, do’akan saja agar ibumu
diberikan kesehatan dan kelancaran rezeki, supaya kamu bisa sekolah ” tutur
mbah kepadaku.
Akupun menjawab “ iya mbah,
ya sudah kalau begitu . . mbah tidur saja
dulu, jangan banyak bergerak dulu mbah . . . biar batuknya tidak kambuh lagi ”.
(sambil kuselimutkan sarung ke badannya mbah).
Akupun ke ruang tamu, siapa
tahu ada orang yang berlebaran ke rumahku. Tak lama kemudian pak de dan budeku
pun datang. Akupun langsung mencium tangan pak de dan bu de sekaligus meminta
ma’af ke mereka.
“bagaimana keadaannya mbah
ndi ?” tanya pak de kepada ku.
“masih sakit pak de, mbah ada
di kamar sekarang”, jawab ku.
Pak de sama bu de pun
langsung ke kamar mbah.
Tak lama kemudian seseorang
memanggil namaku dari luar, “ndi . . . Andi . . . “
“iya . . . . “, jawabku.
Akupun keluar untuk menemuinya, dan ternyata Anton teman yang juga tetanggaku.
“ndi, q titip kunci rumah ya
. . kalau ayah sama ibuku pulang tolong kasihkan ke mereka, bilang saja aku keluar
sama temanku”, kata si Anton.
“Kenapa kamu tidak ikut lebaran sama keluargamu ton
?” tanyaku pada Anton.
“ ah kamu ini tanya melulu, sudahlah ini kuncinya aku mau pergi “,
celetus si anton dengan nada agak marah. Antonpun pergi dan menitipkan kunci
rumahnya begitu saja.
Aku heran melihat prilaku si
Anton, semua keinginannya dipenuhi sama orang tuanya tapi sikapnya selalu
menentang kedua orang tuanya. Dulu Anton adalah teman baikku dari kecil. Tapi
sekarang aku merasa dia menjauhi aku. Mungkin dia malu berteman dengan keluarga
kurang mampu sepertiku. Ketika aku masih SD aku selalu iri dengan Anton. Dia
selalu memamerkan mainan yang dibelikan oleh ayahnya kepadaku. Masih ingat
waktu itu ketika teman-temanku mengajak ayah mereka untuk membeli mobil remote.
Aku melihat wajah bahagia teman-temanku bisa pergi membeli mobil remote dengan
ayahnya. Sementara aku hanya bisa melihat kebahagiaan itu. “Aku tidak bisa
merasakannya Tuhan”, kataku dalam hati. Ketika itu mainan mobil remote lagi
trend dikampungku. semua anak-anak di kampungku mempunyai mainan itu kecuali
aku. Aku masih ingat ketika anton bercerita tentang mobil remotenya. Dia bilang
mobil remotenya sudah jelek, dia mau minta kepada ayahnya untuk dibelikan yang
baru lagi. Cerita itu membuatku semakin iri pada Anton. Setiap kali anton
menginginkan sesuatu dia selalu meminta ke ayahnya dan pasti diberikan. Aku
melihat rasa kasih sayang ayah anton sangat besar, andai saja kasih sayang
seorang ayah bisa aku rasakan, sungguh sempurna hidupku ini ya Tuhan. Kesedihan
yang paling aku rasakan adalah ketika aku mendaftar ke SMA. Aku melihat
teman-temanku diantarkan ayah mereka pergi mendaftar ke sekolah yang mereka mau.
Aku masih ingat bagaimana ayah Anton memperjuangkan agar anton bisa melanjutkan
ke SMA. Ayahnya rela tidak pergi ke kantor hanya untuk mengantarkannya pergi
mendaftar ke SMA. Begitu besar pengorbanan Ayahnya untuk anak Anton. Sementara Aku, harus berjuang sendiri mendaftar ke SMA
yang aku impikan dengan sepeda ontel kesayanganku. Sungguh cobaan yang berat bagiku. Terkadang aku berfikir kenapa
ayah begitu tega meninggalkanku. Apakah dia tidak sayang dengan ku Tuhan.
“ndi . . .” pak de
memanggilku sambil menepuk punggung ku.
“ i .i .i .iya pak de . . “
jawab ku sambil terkejut.
“kenapa melamun ? ada apa
ndi ?” tanya pak de padaku.
“ tidak ada apa-apa kok pak
de, ini tadi si Anton titip kunci rumahnya”
jelasku ke pak de.
Akupun langsung berlari ke
kamar dan langsung mengambil buku harianku. Ku buka buku itu dan kulihat sudah
sampai lembaran ke 50 buku itu kucorat-coret yang semua isinya adalah
perasaanku yang ingin aku ceritakan kepada ayah. Ini adalah surat ke 51 yang
akan kutulis untuk ayah.
Untuk ayahku yang tercinta
Tidak terasa usia Andi saat ini sudah 16 tahun ayah . .
., do’aku ditiap tahunnya tetap sama ayah. Aku ingin
bertemu dengan ayah, bisa memeluk ayah dan bisa merasakan kasih sayang seorang
ayah. Pintu rumah ini masih terbuka untuk ayah. Aku di rumah hanya bisa berdo’a
dan menanti kedatangan ayah. Hari ini aku akan bercerita kepada ayah. Besok aku
diajak teman-teman untuk pergi berlebaran ke rumah guru-guru . Andi ingin ikut
berlabaran ke rumah guru-guru dan berkumpul bersama teman-teman . Tapi Andi
tidak bisa ikut yah . . andi tidak ada sepeda motor yah . . . rumah
guru-gurunya Andi jauh sekali kalau ditempuh
dengan sepeda ontel , jangankan ke rumah guru-guru, ke rumah temanku yang
dijadikan tempat berkumpul sebelum pergi saja sangat jauh yah. . seandainya saja ayah ada disamping Andi, Andi
ingin sekali ayah bisa membelikan Andi sepeda motor untuk Andi sekolah. Jadi
Andi tidak kesulitan jika pergi sekolah,
tidak kesulitan jika ada belajar kelompok
di rumah teman yah. Ma’af yah Andi
terlalu banyak mengeluh. Mungkin semua surat andi untuk ayah isinya hanya
keluhan dan pasti meminta sesuatu ke ayah. Tapi mau bagaimana lagi yah, semua
teman-temanku jika ingin meminta sesuatu, mereka pasti meminta ke ayahnya. Andi
ingin merasakan hal seperti itu yah. . . tadi pagi Andi berlebaran sebentar ke rumahnya
Budi , tetangga dan juga teman baikku yah. Ketika aku berlebaran ke rumahnya
aku melihat dia dan keluarganya sudah bersiap-siap akan pergi berlebaran ke
rumah saudara-saudaranya yah. Aku ingin sekali bisa merasakan itu yah, pergi
berlebaran bersama keluarga. ayah kapan pulang ? . . . andi kangen ayah. Andi
tak tega melihat ibu yang berjuang sendiri untuk membesarkan andi yah. . . andi
berharap di hari lebaran tahun ini ayah bisa pulang ke rumah. Mungkin ini saja
yang bisa andi ceritakan ke ayah. Salam kangen dari andi untuk ayah.
Anakmu
Tercinta
Andi
Kututup buku agendaku dan
kudengar hapeku yang sudah tidak ada casingnya berbunyi. Kulihat ada nomor yang
tidak ku kenal sedang memanggil. Akupun segera menjawab paggilan itu.
“hallo . . assaalamualaikum
. . .” kataku
“wa’alaikumsalam. . andi,
ini ibu nak. . .” kata ibuku
“loh. . . ibu. . . , kok
bisa nelfon andi ?” tanyaku pada ibu dengan nada yang gembira.
“iya nak, ini ibu dipinjamin
oleh majikan ibu. Kabarmu sama mbah bagaimana nak ? “ tanya ibu padaku
“ alhamdulillah andi
baik-baik saja bu, mbah sekarang lagi sakit bu”, jawabku sambil meneteskan air
mata.
“ mbah sakit apa ndi ?”
tanya ibu dengan nada terkejut.
Sebenarnya aku tidak ingin
menceritakan keadaan mbah kepada ibu, tapi aku tidak kuasa menyimpannya Tuhan (
Kataku dalam hati ). Akupun menangis dengan bergelinang air mata.
“ ndi . . . kok diam ? ?”
kata ibu.
“ ma’afkan andi bu, andi
tidak bisa jaga mbah. Mbah kecapek an mungkin bu merawat kebun sendirian, andi
sudah bilang ke mbah kalau mbah sakit tidak usah pergi ke kebun dulu, tapi mbah
tetap saja pergi ke kebun bu . .”, jawabku pada ibu.
“mbah sudah dibawa berobat
ndi ?”, tanya ibu ke aku lagi
Akupun menjawab,“sudah bu,
andi minta ibu bidan untuk datang ke rumah, uang yang ibu berikan kemarin sebagian
andi gunakan untuk membayar obatnya mbah.”
“ow ya sudah kalau begitu
ndi, uangnya masih ada kan nak ?” tanya ibu kepadaku.
“masih bu. . ibu pulang saja
ke rumah. Andi kangen sekali sama ibu, ibu cari uangnya di rumah saja bu, nanti
andi bantu. Andi gak tega melihat ibu bekerja di negara orang”, pinta ku pada
ibu
“tidak apa-apa ndi, andi
do’akan saja ibu disini baik-baik saja nak. Yang penting bagi ibu andi bisa sekolah
sekarang. Katanya Andi ingin kuliah”, tutur ibu padaku
“sudah bu, andi ingin ibu pulang.
Andi tidak ingin kuliah. Sekolah sampai SMA saja sudah cukup bu. Setelah lulus
andi akan bekerja bantu ibu mencari uang”, kataku pada ibu.
Tiba-tiba suara ibu tidak
terdengar di hapeku.
“bu . . . ibu. . .”, cetusku
di hape
Terdengar suara tut. . . tut.
. .tut. . di hapeku. Mungkin pulsa ibuku
habis (kataku dalam hati)
“tok . . tok . .tok. .
assalamualaikum”. terdengar suara
ketukan pintu dan salam dari depan pintu rumahku. Akupun segera mengusap air
mataku dan menuju ke depan rumah.
“wa’alaikumsalam”, jawabku.
Akupun terkejut melihat doni
teman kelas dan juga teman sebangku ku datang ke rumah.
“ doni. . . “, ku panggil
namanya dengan nada terkejut.
Donipun kupersilahkan masuk
ke ruang tamu.
“ayo don, masuk dulu . .
silahkan duduk, aku buatkan minum sebentar ya. . “, kataku pada doni.
Akupun menuju dapur, kuambil gelas dan kubuatkan segelas teh
hangat untuk doni.
“silahkan don, diminum
dulu”, pintaku pada doni.
“iya ndi, terimakasih.
. tidak usah repot-repot ndi. . “, kata
doni
“tidak lah, ini kan cuman
teh saja, oh iya kok tahu rumahku don ?”, tanyaku ke doni
“tadi sebenarnya aku baru
saja selesai mengantar pulang cewekku, kebetulan lewat daerahmu jadi aku mampir
ke rumahmu ndi. Aku tadi tanya-tanya ke orang daerah sini, dulukan kamu pernah
cerita alamat rumahmu ke aku ndi”, jelas doni kepadaku.
“oh iya don. . aku lupa,
ma’af don. . . ya beginilah keadaan rumahku , mungkin tidak seindah rumahmu ,
ya semoga nyaman dan tidak kapok berkunjung ke rumahku ”, sahutku
“sama saja ndi tidak usah
seperti itu, oh ya katanya kamu tinggal sama mbahmu, mana mbahmu ndi ?”, tanya
doni ke aku
“mbahku lagi sakit don,
sekarang lagi istirahat di kamar”, jawabku.
“ow . . oh ya kamu besok ikut ke rumah guru-guru ndi
? kalau memang tidak ada sepeda motor nanti akan aku jemput ndi sama aku saja,
bagaimana ? ”, tanya andi padaku
“tidak don, terima kasih
banyak. kan mbahku lagi sakit. Aku tidak
tega meninggalkan mbahku sendirian di rumah. Titip salam saja ke bapak ibu guru
dan teman-teman don”, jelasku pada doni.
Cukup lama aku dan doni
ngobrol di ruang tamu, tidak lama kemudian doni berpamitan pulang.
Ketika malam hari menjelang,
di hari lebaran pertama suasana rumahku
begitu sunyi. Lebaran tahun lalu masih ada kakekku. Kakekku meninggal sebulan
setelah lebaran setahun yang lalu. Sejak itulah yang tinggal di rumah hanya
mbah dan aku. Mbahku sudah berusia sekitar 59 tahun. Walaupun sudah tua semangat
berkebunnya masih seperti anak muda. Aku tidak pernah mendengar mbahku mengeluh
capek. Pagi-pagi dia sudah pergi ke kebun untuk menyirami tanaman cabe dan
tomatnya. Mbahku juga menanam singkong. dari hasil kebun mbah inilah yang kita
gunakan untuk biaya makan setiap hari. Jika aku pulang sekolah agak siang maka aku masih bisa membantu mbah
menyirami tanamannya di kebun, tapi jika aku pulang sore atau bahkan malam aku
tidak bisa membantu mbahku di kebun.
Hari demi hari silih
berganti, tidak terasa libur lebaran telah selesai. Pagi ini aku bersiap-siap
untuk pergi ke sekolah. Setelah sholat subuh aku mempersiapkan bekalku untuk ku
bawa ke sekolah. Aku tidak pernah jajan di sekolah. dari kecil ibuku selalu
mengajariku untuk selalu membawa bekal . uang jatah dari ibuku tidak cukup jika
aku pakai untuk uang jajanku tiap hari. Seperti biasa aku harus menggayuh
sepeda ontelku yang kuberi nama Numat ke sekolah. Numat kependekan dari “Penuh
Semangat”. Pelajaran sekolah di hari pertama setelah libur panjang lebaran
tidak begitu menguras tenaga. Hari ini aku pulang cepat. Lebih awal dari hari
biasanya. Sesampai di rumah kulihat nenek tidak ada di rumah. Hari ini aku ada
cerita untuk ayah. Langsung ku ambil buku harianku dan ku catat 1 surat lagi
untuk ayah. Kulihat ini adalah surat ke 53 yang aku tulis untuk ayah.
Untuk Ayahku Yang Tercinta.
Di
hari yang bahagia ini, Andi tuliskan sebuah surat untuk ayah. Sebelumnya Andi
berdo’a semoga ayah di sana entah dimana ayah berada selalu dilindungi oleh
Allah SWT. Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah setelah libur panjang
lebaran. Sebenarnya tidak ada cerita menarik bagiku yang harus aku ceritakan ke
ayah. Tapi aku ingin memberitahukan sesuatu ke ayah supaya bisa melegakan
hatiku ini. Karena sepanjang perjalananku
pulang sekolah, surat yang diberikan wali kelasku tadi membuat fikiranku
terganggu yah. Di surat itu tertuliskan undangan untuk orang tua dalam rangka
rapat mengenai rencana study tour yang akan dilaksanakan bulan depan. Jujur
saja yah, sampai saat ini andi sama sekali belum mencicil uang study tour .
Uang yang kemarin dikirim ibu yang seharusnya andi sisihkan sebagian untuk
membayar study tour ternyata terpakai untuk berobat mbah yah. Andi malu
menceritakan hal ini pada ibu, kasihan ibu yah. Andi ingin sekali menyusul ibu
ke Malaysia dan mengajak ibu pulang untuk mencari ayah. Andi ingin ayah
menghadiri undangan rapat dari sekolah. Andi malu yah setiap kali rapat orang
tua di sekolah, selalu hanya andi tidak ada yang mewakili. Ibu wali kelasku
pernah menanyakan hal itu ke aku yah. Aku bingung menjawabnya. Aku bingung
minta tolong kepada siapa yah, setiap kali paman aku suruh datang rapat selalu
saja beralasan sibuk kerja. Apakah rapat study tour nanti andi tidak ada yang
mewakili lagi yah ?. mungkin ini saja yang bisa andi ceritakan. Andi tetap
berharap dengan keajaiban Tuhan. Semoga Allah membukakan mata hati ayah untuk
pulang ke rumah.
Anakmu
Tercinta
Andi
Tiba-tiba ku dengar suara mobil berhenti di
depan rumahku. Akupun keluar rumah untuk menghampirinya. Akupun terkejut
ternyata mobil pak lurah berhenti di depan rumah. pak lurahpun keluar dari
mobilnya dan menghampiriku.
“ndi . . . kamu baru pulang
dari sekolah nak ?”, tanya pak lurah kepadaku.
Akupun menjawab,” iya pak
baru saja sampai di rumah, ada apa ya pak ? ada yang bisa andi bantu ?”
“ oh tidak nak, begini ndi.
. . sebelumnya apakah Andi sudah tahu kabar mbah Andi ?”, tanya pak lurah
kepadaku.
“ kabar apa pak ?”, akupun
kembali bertanya ke pak lurah dengan nada yang terkejut.
“tenang ndi, sebentar kita
duduk dulu biar bapak lebih enak menjelaskannya ke Andi”, tutur pak lurah
kepadaku
Akupun mempersilahkan pak
lurah untuk masuk ke ruang tamu.
“begini ndi, tadi pas
nenekmu ke kebun. Pak Udin yang rumahnya di samping rumah pak lurah menemukan
mbah andi pingsan di kebun. Langsung pak Udin minta tolong sama orang-orang
yang ada di sekitar kebun untuk mengangkat mbahmu ke rumah pak RT. Sesampai di
rumah pak RT karena kondisi mbahmu cukup lama tidak sadarkan diri maka pak RT
meminta tolong ke bapak untuk membawa nenekmu ke rumah sakit. Sekarang nenekmu
ada di rumah sakit ndi. Lebih baik sekarang kamu siap-siap bapak antarkan ke
rumah sakit”, jelas pak lurah padaku.
Akupun terkejut mendengar
berita yang disampaikan pak lurah. Bahkan aku tidak bisa berkata apa-apa lagi
mendengar cerita pak lurah. Sepertinya ada kilat yang menyambar di siang
bolong. Badankupun lemas tidak sanggup rasanya aku pergi ke kamar untuk bersiap-siap.
Pak lurah berusaha untuk menenangkan hati dan fikiranku.
“tenang ndi . . sabar nak. ini adalah cobaan dari Allah SWT. Ini
pertanda bahwa Allah sayang sama andi”, tutur pak lurah
“andi tidak percaya hal ini
terjadi pada andi pak, andi berdosa sama mbah pak, gara-gara andi jarang bantu
mbah merawat kebun mbah jadi sering sakit-sakitan pak”, keluhku pada pak lurah
“jangan berfikiran seperti
itu ndi, sekarang lebih baik andi siap-siap untuk bapak antar ke rumah sakit. Mbah
andi sekarang dijaga sama bu RT. Mungkin kehadiran andi bisa membuat kondisi
mbah andi menjadi lebih baik. Ayo jangan lama-lama, kasihan bu RT menunggu lama
di sana ndi”, kata pak lurah pada ku.
Akupun segera bersiap-siap
untuk berangkat ke rumah sakit. Beberapa potong bajuku dan baju mbah ku
masukkan ke dalam tas. Kupecahkan uang
tabunganku untuk jaga-jaga jika aku membutuhkan uang untuk membayar biaya
pengobatan mbah. Akupun berangkat ke rumah sakit bersama pak lurah. Selama
perjalan fikirankupun tidak karuan, tiba-tiba akupun memikirkan biaya rumah
sakit mbah. Dengan apa aku harus membayar biaya rumah sakit ini ya Allah
(kataku dalam hati). Akupun bingung untuk menceritakan hal ini pada ibu. Semoga
segala cobaan yang aku alami ada hikmahnya bagiku di suatu hari nanti. Aku
yakin bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan
hamba-Nya.
Created by
Rahil L Saleh